BahasBerita.com – Massa aksi yang menamakan diri Front Anti Militerisme menggelar demonstrasi menolak Undang-Undang TNI yang baru disahkan DPR di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur pada Senin (24/3/2025). Aksi ini dilatarbelakangi kekhawatiran bahwa revisi UU TNI akan memberikan kekuatan berlebih (superbody) kepada militer yang dapat melemahkan supremasi sipil.
Pantauan di lokasi menunjukkan massa aksi menutup Jalan Gubernur Suryo sejak siang hingga sore hari. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak dwifungsi dan tolak revisi UU TNI”. Dalam aksi tersebut, para demonstran menyampaikan kekhawatiran akan bangkitnya kembali dwifungsi militer yang memberikan kesempatan kepada TNI untuk masuk dalam pengendalian pemerintahan sipil.
Sekretaris Jenderal Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Andy Irfan menyatakan bahwa revisi UU TNI secara substansi merupakan bentuk perwujudan dwifungsi militer karena kembali memberikan kesempatan kepada TNI untuk masuk dalam pengendalian pemerintahan sipil.
8 Poin Tuntutan Massa Aksi
Dalam demonstrasi tersebut, massa aksi yang menamakan diri “Warga Sipil, Warga Surabaya” atau “Front Anti Militer” menyampaikan 8 poin tuntutan sebagai berikut:
-
Tolak Revisi UU TNI
-
Tolak perluasan TNI di ranah sipil
-
Tolak penambahan kewenangan TNI dalam ranah operasi militer selain perang, terutama di ranah siber
-
Bubarkan komando teritorial
-
Tarik seluruh militer dari tanah Papua
-
Kembalikan TNI ke barak
-
Revisi UU Peradilan Militer untuk menghapus impunitas di tubuh TNI
-
Copot TNI aktif dari jabatan sipil
Kekhawatiran Terhadap UU TNI Baru
Juru bicara massa aksi yang bernama Jaya menyampaikan kekhawatiran bahwa UU TNI yang baru akan memberikan kekuatan berlebih (superbody) yang dapat melemahkan supremasi masyarakat sipil. “Ketika supremasi masyarakat sipil sudah tidak ada atau dilemahkan, lalu apa yang bisa kita sebut kalau bukan fasisme,” ujarnya.
Andy Irfan juga menambahkan bahwa dwifungsi TNI dapat terlaksana apabila didukung oleh struktur komando teritorial yang terdiri dari Komando Daerah Militer (Kodam), Komando Resor Militer (Korem), Komando Distrik Militer (Kodim), dan Komando Rayon Militer (Koramil). Struktur inilah yang dikhawatirkan akan difungsikan untuk menjadikan TNI sebagai struktur tandingan kekuasaan administrasi sipil.
Massa aksi juga mengkhawatirkan keterlibatan militer dalam skema pengawasan ruang siber yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) serta mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Penolakan Terhadap Kembalinya Era Orde Baru
Para demonstran menegaskan bahwa mereka tidak ingin Indonesia kembali ke zaman Orde Baru. “Saya yakin itu tidak hanya di Surabaya, tapi di seluruh Indonesia. Kami nggak mau kembali ke zaman Orba,” tegas Jaya.
Penolakan terhadap UU TNI ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap potensi kembalinya dwifungsi militer yang pernah terjadi pada masa Orde Baru, di mana militer memiliki peran yang sangat dominan dalam kehidupan politik dan sipil di Indonesia.
Aksi demonstrasi ini merupakan bentuk ekspresi kekhawatiran masyarakat terhadap potensi melemahnya supremasi sipil di Indonesia akibat pengesahan UU TNI yang baru oleh DPR.